Baca Juga
Kaldera Puncak Gunung Tambora (detiktravel) |
Catatan : Harley B Sastha - DetikTravel community
Takjub, sekaligus bangga dan bahagia. Perasaan itu yang terlintas di
benak saya saat berdiri di bibir kaldera raksasa Gunung Tambora,
Sumbawa. Sebuah gunung yang letusannya mengguncang dunia dua abad silam.
Pertengahan
bulan September 2011, beberapa harian nasional dan lokal serta media
elektronik memberitakan tentang status Gunung Tambora yang meningkat
aktivitasnya. Saat itu, Status Siaga (Level III) diberikan kepada gunung
yang pernah meletus dahsyat tahun 1815 silam. Mengetahui berita
tersebut, saya jadi teringat pendakian ke gunung ini Oktober 2008.
Peta Topografi Tambora (google) |
Gunung
yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ini memiliki
sejarah letusan yang luas biasa. Hampir 2 abad lalu atau tepatnya pada
tanggal 11 April 1815, Gunung Tambora menghancurkan sepertiga tubuhnya
sendiri. Tinggi gunung tersebut kini hanya tinggal 2.850 meter.
Namun,
hal lain yang kini menjadi daya tarik dari Gunung Tambora adalah
kawahnya yang luar biasa spektakuler. Kawah yang terbentuk akibat
aktivitas vulkanik tahun 1815 tersebut mempunyai diameter lebih dari 7
km dan kedalaman lebih dari 1 km, hingga menjadikannya sebagai kaldera
terbesar di Indonesia.
Untuk dapat mendaki menuju bibir kawah
atau puncak Gunung Tambora, jalur pendakian yang umum digunakan adalah
melalui Desa Pancasila. Desa yang terletak di barat laut kaki Gunung
Tambora tersebut merupakan salah satu titik awal pendakian menuju puncak
Gunung Tambora. Sepanjang perjalanan menuju Desa Pancasila dari Kota Bima atau Kota Dompu, Anda akan disuguhkan pemandangan khas Afrika yang selama ini biasa saya saksikan di televisi. Hamparan perbukitan, lahan yang kering, warna tanah yang kuning kecoklatan dan ditumbuhi semak belukar dengan pepohonan serta padang savanna atau rumput yang luas diselingi pepohonan yang kering, semuanya benar-benar seperti di Afrika.
Bahkan pemandangan teluk-teluk dan pantai-pantai indah sepanjang perjalanan di pesisir Pulau Sumbawa akan menambah decak kagum Anda. Seorang pendaki gunung asal Jakarta, Dedi, mempunyai pendapat lain tentang keindahan tempat ini.
“Benar-benar seperti di Afrika. Bedanya di Afrika ada Singa dan Jerapah sedangkan disini yang tidur di bawah-bawah pohon adalah sapi, kuda dan kalau beruntung kita bisa melihat menjangan. Tapi tetap asyik, keren banget pemandangannya. Belum lagi ditambah pemandangan pantai dan teluknya, pokoknya keren!,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai surveyor ini.
Untuk mendaki
Gunung Tambora sebaiknya Anda melapor kepada Kepala Desa Pancasila atau
ke tempat perhimpunan pencinta alam warga setempat, K-PATA. Ditempat
tersebut Anda bisa mendapat informasi sebanyak-banyaknya mengenai jalur
pendakian Gunung Tambora sebelum melakukan pendakian. Jika memerlukan
guide, Anda bisa menggunakan tenaga dari anggota K-PATA yang sudah cukup
terlatih dan mengenal medan Gunung Tambora dengan baik.
Setelah
meninggalkan Desa Pancasila, perjalanan Anda akan melalui jalan setapak
yang cukup lebar yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Pintu Hutan
dari Desa Pancasila merupakan area perkebunan kopi. Tempat menarik
lainnya yang akan Anda lalui di awal-awal perjalanan adalah sebuah
komplek peribadatan umat Hindu yaitu Pura. Dalam komplek peribadatan
tersebut sudah dilengkapi dengan toilet umum dan beberapa kamar
sederhana sebagai tempat bagi mereka yang ingin melakukan peribadatan.
Untuk
tiba di Pintu Hutan dari Desa Pancasila membutuhkan waktu sekitar 2
jam. Oleh karena itu saya memutuskan untuk menggunakan ojek motor,
lumayan dapat menghemat waktu dan tenaga. Di sekitar pintu hutan Anda
akan menemui beberapa bangunan pengurus perkebunan kopi.
Selepas
Pintu Hutan, Anda akan melintasi jalan setapak yang cukup lebar, landai
dan sesekali menanjak. Menurut informasi yang saya peroleh, dulunya ini
merupakan bekas jalan mobil pengangkut kayu hasil penebangan di hutan
Tambora. Sepanjang perjalanan terlihat jalan setapak yang lebih banyak
ditumbuhi tanaman semak belukar dan alang-alang. Namun terlihat juga,
tanaman kayu sisa-sisa penebangan mulai kembali hijau.
Maklum
saja, perusahan HPH yang beroperasi ditempat tersebut telah ditutup
semenjak 4 tahun lalu. Areal hutan Tambora yang dulunya rusak dan
terbuka kini sedikit demi sedkit mulai bersemi kembali. Setelah menempuh
sekitar 1 jam perjalanan, Anda akan tiba di Pos 1. Di tempat ini Anda
bisa beristirahat sejenak. Sumber air berada kira-kira 10 meter di sisi
kiri jalan setapak, yaitu berupa aliran air dari pipa pralon yang
ditampung didalam drum plastik. Ini sekaligus menjadi sumber air
penduduk desa di kaki Gunung Tambora.
Gigiran Kaldera Puncak Gunung Tambora |
Dalam perjalanan menuju pos
selanjutnya, karakter medan pendakian masih landai, sesekali menanjak
dengan vegetasi semak belukar yang cukup lembab. Namun, pada saat
melintasi jalan setapak ini Anda harus waspada, karena populasi pacet
yang cukup banyak siap mengintai Anda. Kemudian Anda juga harus
berhati-hati begitu melintasi hutan yang pohonnya cukup besar-besar dan
beberapa jalan setapak tampak bercabang.
Setelah menempuh
perjalanan sekitar 2 jam dari pos sebelumnya, Anda akan menjumpai sebuah
pondok sederhana yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng. Itu
artinya Anda telah tiba di Pos 2. Sebagaimana di Pos 1, disini pun
terdapat sumber air yang cukup yaitu berupa aliran sungai kecil yang
letaknya tak jauh dari situ.
Menuju pos selanjutnya, dari Pos 2
jalur pendakin turun menuju sungai kecil. Setelah menyeberanginya
kemudian jalur menanjak cukup terjal dan kembali landai dengan vegetasi
hutan yang cukup lembab. Jika beruntung, Anda juga dapat menjumpai ayam
hutan di sepanjang jalur ini. Anda akan terus melalui jalan setapak yang
cukup bervariasi, landai dan sesekali menanjak serta harus melintasi
beberapa pohon yang tumbang.
Sampai kira-kira satu setengah jam
perjalanan Anda akan melalui areal yang banyak ditumbuhi ilalang, itu
artinya Pos 3 sudah tidak jauh lagi. Di tempat ini juga terdapat pondok
sederhana semacam rumah panggung yang berdinding setengah dan beratapkan
seng. Areal sekitarnya cukup datar dan luasnya kira-kira dapat
menampung 15 tenda dengan kapasitas 3-4 orang.
Di sini juga
terdapat sumber air bersih yang letaknya kira-kira 250 meter dari pos.
Itulah sebabnya pos ini biasa dijadikan sebagai pos terakhir atau tempat
bermalam sebelum melanjutkan pendakian menuju bibir kawah atau puncak
Gunung Tambora dini hari keesokan harinya. Biasanya pendakian menuju
puncak dilakukan mulai pukul 01.30 waktu setempat, sebagaimana halnya
yang saya lakukan. Untuk menuju puncak biasanya para pendaki hanya
membawa perbekalan yang ringan-ringan saja sedangkan yang lainnya
ditinggalkan di pos 3.
Perjalanan menuju Pos 4 selepas pos
sebelumnya, Anda akan menemui salah satu keunikan dari Gunung Tambora
yaitu vegetasi hutan jelatang atau daun pulus. Tanaman yang daun dan
batangnya penuh ditumbuhi duri halus itu akan membuat kulit Anda terasa
gatal dan panas jika tersentuh. Untuk menghindarinya, gunakanlah pakaian
yang menutupi tubuh Anda.
Hutan jelatang tersebut banyak tumbuh
sepanjang jalur pendakian antara Pos 3 dengan Pos 4 yang dapat ditempuh
sekitar 30 menit. Arealnya cukup datar dengan vegetasi hutan pinus.
Dalam perjalanan menuju pos selanjutnya yang juga dapat ditempuh dalam
waktu sekitar 30 menit, hutan jelatang sudah mulai berkurang dan
berganti dengan vegetasi ilalang serta pohon-pohon kecil. Di beberapa
tempat arealnya lebih terbuka. Pada saat cuaca cerah, di sebelah barat
Anda dapat melihat pemandangan Gunung Rinjani, Pulau Moyo dan Pulau
Satonda. Areal di Pos 5 cukup terlindung dari angin karena pohon-pohon
yang mengelilinginya. Di sini juga terdapat pondok sederhana.
Pendakian
menuju bibir kawah atau puncak kembali dilanjutkan. Semakin mendekati
zona puncak perlahan-lahan vegetasi berubah dari pepohonan menjadi jenis
tanaman semak dan perdu. Jalur pendakian yang menanjak melingkar
berkelok-kelok mengikuti alur punggungan beberapa bukit yang terasa
panjang. Namun, pemandangan yang indah dan menakjubkan sudah bisa Anda
lihat di sepanjang jalur ini.
Tampak di kejauhan puncak Gunung
Tambora yang berwarna kecoklatan dan tandus. Sedangkan di sebelah barat
tampak lautan dengan pulau-pulau yang berada disekitar Pulau Sumbawa.
Menjelang pagi terdengar suara ayam hutan bersahut-sahutan. Setelah
melintasi sekumpulan pohon cemara terakhir, Anda akan tiba di medan yang
berpasir. Ini artinya, kawasan bibir kawah sudah semakin dekat. Hingga
akhirnya Anda akan melihat sebuah pemandangan yang fenomenal dan
spektakuler. Sebuah kawah raksasa terbentang luas di hadapan Anda.
Sambil
memandang kawah raksasa Tambora, saya mencoba membayangkan dimana
posisi puncak Gunung Tambora sesaat sebelum terjadinya letusan dahsyat
pada saat itu. Ternyata sulit juga untuk membayangkannya. Perasaan
takjub dan mengerikan, itulah yang terlintas dalam pikiran saya ketika
berdiri di dataran kawah raksasa yang luas ini.
Edelweis yang tumbuh di antara lapisan-lapisan dataran kawah turut memberi keunikan tersendiri. Yang pasti kawah ini benar-benar luar biasa. Nun jauh di dasar kawah Tambora terlihat dataran yang sangat luas. Yang menarik, pada sebagian dasar kawah tersebut terlihat rerumputan yang tumbuh. Sebuah gunung api kecil yang berada di tengah-tengah kawah semakin menambah eksotis dan spektakulernya Kawah Tambora.
Edelweis yang tumbuh di antara lapisan-lapisan dataran kawah turut memberi keunikan tersendiri. Yang pasti kawah ini benar-benar luar biasa. Nun jauh di dasar kawah Tambora terlihat dataran yang sangat luas. Yang menarik, pada sebagian dasar kawah tersebut terlihat rerumputan yang tumbuh. Sebuah gunung api kecil yang berada di tengah-tengah kawah semakin menambah eksotis dan spektakulernya Kawah Tambora.
Dalam bahasa
Bima, gunung api tersebut disebut Doro Afi Toi yang artinya gunung api
kecil. Pemandangan dinding-dinding kawah yang menjulang tinggi tersebut
juga sungguh memukau. Lapisan dindingnya menunjukkan betapa dahsyatnya
letusan saat itu. Matahari pagi yang terbit dari sebelah timur
menjadikan pemandangan kawah semakin misterius.
“Pemandangan kawah dan puncaknya spektakuler dan hutan jelatangnya unik,” kata Connie, seorang karyawati salah satu bank di Indonesia yang juga mempunyai hobi mendaki gunung.
“Pemandangan kawah dan puncaknya spektakuler dan hutan jelatangnya unik,” kata Connie, seorang karyawati salah satu bank di Indonesia yang juga mempunyai hobi mendaki gunung.
Cerita Sejarah
Menurut catatan sejarah, letusan
Gunung Tambora tahun 1815 tersebut merupakan letusan yang terbesar sejak
letusan Danau Toba. Letusannya sendiri telah masuk sekala tujuh
Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan itu tebesar sejak letusan
Danau Tauba pada tahun 1815.
Suara letusan gunung ini terdengar
hingga Pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km jauhnya). Abu vulkaniknya
menyebar dan jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Maluku. Jumlah
korban yang ditimbulkan pun cukup banyak, mencapai lebih dari 92.000
jiwa. Sebagian besar korban merupakan penduduk Pulau Sumbawa dan Pulau
Lombok. Bahkan, 3 dari 6 kerajaan yang berdiri pada saat itu turut
musnah. Tiga kerajaan tersebut adalah Pusat Kerajaan Tambora, Kerajaan
Pekat dan Kerajaan Sanggar yang kini menjadi Situs Tambora.
Seorang
arkeolog dari Amerika Serikat, Prof. Haroldur Sigurdsson bersama
direktorat vulkanologi Indonesia antara bulan Juli-Agustus 2004 telah
menemukan bukti-bukti adanya kebudayaan yang hilang musnah karena
letusan gunung Tambora. Beliau juga menyebut sisa-sisa bukti-bukti
sejarah dan kebudayaan yang telah berhasil ditemukannya itu sebagai
“Pompeii dari Timur”.
Akibat letusan gunung ini bahkan telah
menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) di
Amerika Utara dan Benua Eropa telah terjadi perubahan iklim yang
drastis. Pada tahun tersebut telah terjadi musim dingin yang
berkepanjangan. Dimana dunia mengenalnya dengan sebutan “Tahun Tanpa
Musim Panas” atau "Year Without Summer". Akibatnya, terjadi kegagalan
panen dan kematian ternak besar-besaran di belahan utara sehingga
menimbulkan bencana kelaparan terburuk yang terjadi pada abad ke-19.
Sebuah
bukit yang terlihat runcing, tandus berwarna kecoklatan berdiri kokoh
di sisi barat kawah. Bukit yang dikenal juga dengan sebutan "Doro
Meleme" – gunung yang runcing – itulah yang kini menjadi puncak
tertinggi Gunung Tambora setelah terjadinya letusan tahun 1815. Untuk
sampai di puncak tertinggi tersebut, dari bibir kawah Anda masih harus
berjalan lagi dengan waktu tempuh sekitar 25 menit. Yang perlu
diwaspadai adalah ketika mendekati puncak. Jika tidak ingin terjungkal
atau terpeleset, Anda harus berjalan hati-hati karena medan pendakian
ditutupi pasir dan kerikil.
Di puncak inilah Anda bisa menemukan
sebuah trianggulasi (patok penanda ketinggian) yang terbuat semen
setinggi setengah meter. Selain pemandangan kawah, jauh di sebelah barat
juga terlihat puncak Gunung Rinjani dan tentu saja lautan lepas.
Sungguh pemandangan yang luar biasa.
Bagi saya atau mungkin
siapa saja yang telah dan bisa menyaksikan kawah raksasa Gunung Tambora
pasti akan senang, bahagia dan bangga karena bisa berada di atas
puncaknya dan menyaksikan langsung spektakulernya gunung yang telah
tercatat dalam sejarah dunia. Tidak berlebihan rasanya jika suatu saat
Gunung Tambora dijadikan sebagai warisan dunia dan tujuan wisata
historical mountaineering, alias sejarah pegunungan.
wahhh, indah sekali yah sobat pemandangannya..;
BalasHapuskapan yah saya bisa kesana :)
*mampir balik yah