Baca Juga
Pada zaman dahulu di Pulau Jawa, hiduplah seekor burung cantik
bernama Merak. Bulunya mengkilat, berwarna indah. Lehernya panjang
jenjang dengan kibasan ekor bagaikan kipas. Merak yang cantik ini
mendengar cerita dari teman-temannya sesama burung. "Ada seekor burung
gagah bernama Santoana. Burung ini tinggal di Pulau Sumbawa. Hanya
burung inilah yang pantas menjadi jodohmu. Kamu cantik dan Santoana
gagah…"
Hampir setiap hari Merak mendengar kata-kata ini dari
teman-temanya. Akhirnya, pada suatu hari, Merak memutuskan untuk mencari
Santoana. Di suatu pagi yang dingin, Merak pun pergi meninggalkan
Pulau Jawa, yang ada di pikirannya hanyalah Santoana yang tampan.
Perjalanan Merak memakan waktu berhari-hari. Beberapa laut dan pulau
sudah dilewati.
Ketika ia bertanya pada burung di setiap
pulau, jawabannya selalu sama, "Terbanglah terus! Pulau itu berada agak
jauh ke timur." Jawaban dari para burung itu tidak membuat Merak putus
asa. Ia terus terbang,terbang… sampai akhirnya ia tiba di sebuah pulau
yang sangat panjang. Bertanyalah Merak dengan napas terengah-engah.
"Pulau
apakah ini?" "Ini adalah Pulau Panjang," jawab Camar santun. "Masih
jauhkah tanah Sumbawa?" tanya Merak lagi. "O, pulau yang terbentang di
depan kita itu adalah Pulau Sumbawa.
Mendengar jawaban
Camar, Merak pun sangat gembira. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa
merasa lelah dia pun terbang lagi. Pulau Sumbawa akhirnya berhasil ia
pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana. Merak melangkah gemulai di
sekitar pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya melongok ke kiri dan
ke kanan. Setelah agak lama mengitari pantai bertemulah dia dengan
burung hitam besar yang sedang mencari makan di tepi pantai. Orang
Sumbawa menyebutnya Bongarasang. Merak mendekat dan menceritakan maksud
kedatangannya ke Pulau Sumbawa. Ia juga bertanya tentang Santoana.
Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang cantik. Timbullah akal
liciknya. Bongarasang pura-pura diam dan tertunduk malu.
"Kenapa
diam?" tanya Merak tak sabar. "Aku diam dan malu karena akulah yang
kau cari," kata Bongarasang berbohong. Merak lemas mendengar perkataan
Bongarasang. "Indah kabar daripada rupa," keluhnya kecewa, sebab
Bongarasang tidak setampan yang ia bayangkan.
Akan tetapi,
karena sudah niatnya untuk menikah dengan Santoana, akhirnya Merak
menikah dengan Bongarasang yang dianggapnya Santoana. Waktu pun berlalu.
Akhirnya pasangan itu mempunyai anak. Merak dan Bongarasang berencana
mengadakan pesta besar. Bongarasang juga ingin memperkenalkan istrinya
yang cantik kepada semua undangan. Hari pesta pun tiba. Semua undangan
berdatangan. Burung tua ketua adat juga datang. Merak dan anaknya sudah
berdandan di tengah ruangan. Semua tamu memuji kecantikan ibu muda
yang berasal dari Pulau Jawa itu. Bongarasang tersenyum bangga.
Ketika
acara gunting bulu untuk keselamatan bayi burung akan dimulai,
berkatalah ketua adat, "Tunggu sebentar, Santoana belum datang."
Mendengar kata ketua adat itu, seketika wajah Merak berubah merah. Ia
sangat marah kepada suaminya yang telah berbohong. Bongarasang tertunduk
takut Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti apakah gerangan
Santoana? Dari kejauhan, Santoana datang dengan gagahnya. Bulunya indah
mengkilat tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar nyaring.
Pinggulnya melenggok dengan ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup
angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan warna yang sangat indah,
membungkus badan dan lehernya. Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan
keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira menyangka kalau selama ini
dia sudah dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia melantunkan lagu
sedih daerah Sumbawa.
Kulempat let biru do, Ku
buya sanak parana Kudapat taruna kokoh (Kulewati beberapa pulau dan
samudra, untuk mendapat jodoh yang sepadan, namun bertemu dengan lelaki
pembohong) Akhirnya Merak meninggalkan Pulau Sumbawa dengan perasaan
malu dan kecewa. Anaknya ikut malu dan bersembunyi di dalam tanah.
Sampai sekarang anak burung itu tetap bersarang di dalam tanah. Namanya
Bartong. Santoana kemudian dikenal dengan nama Ayam hutan. Menurut
cerita, itulah sebabnya burung Merak tidak ada di Pulau Sumbawa sampai
sekarang.
(Cerita rakyat Sumbawa - Nusa Tenggara Barat, diceritakan kembali oleh Agung TE Syahbuddin) Sumber: Bobo, 14 September 2006
Editor : Lombok Sumbawa Backpackers