Mengunjungi Desa Serdadu Kumbang : Desa Mantar Part I

Baca Juga

Sebuah kesempatan yang patut saya syukuri karena bisa mengunjungi desa Wisata sekaligus Desa yang membuat saya penasaran sejak kecil dulu. Desa Mantar dengan segala cerita dan keunikannya telah saya dengar sejak masa kecil dulu. Tentang asal usul mereka, tentang orang-orang albino mereka dan tentang kerendahan hati mereka semua membuatku ingin kesana tapi kesempatan belum berpihak pada saya hingga akhirnya liburan lebaran beberapa waktu lalu saya berkesempatan kesana. 

Awalnya saya membuat sebuah status di blackberry messanger saya bahwa saya ada rencana berkunjung ke Mantar, siapa yang mau ikut mari kita tentukan harinya. Hasilnya tidak ada yang merespon entah kawan-kawan sedang sibuk dengan liburan lebarannya atau malah tidak tahu Mantar itu apa? sampai akhirnya Aswar, temanku yang merupakan salah seorang pegawai Dikpora KSB merespon. Dia juga punya niat kesana dan belum punya partner karena beberapa kali berencana selalu gagal. Nah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Gayung telah bersambut dan kamipun menentukan harinya. Tak mau buang-buang kesempatan, kami langsung merencanakan besoknya berangkat kesana, rencananya kami akan bertemu di depan Pasar Seteluk jam 7 pagi, lalu menitipkan motor kami di rumah temannya Aswar dan kami akan menumpang Ranger yang setiap pagi mengangkut warga Mantar menuju pasar Seteluk. Rencana Kelar!


 
Besoknya, rencana sedikit berubah karena aku telat sampai di lokasi pertemuan. Ranger yang ditunggu sudah berlalu sepuluh menit sebelum aku tiba. Tapi tak mau putus asa, aku menawarkan Aswar untuk memakai motorku saja untuk kesana dengan pertimbangan, motornya Aswar adalah motor matik yang sepertinya tidak akan kuat mendaki. Meski aku belum tahu jalannya seperti apa aku optmis saja, motorku akan baik-baik saja. Untuk diketahui diantara kami berdua belum ada yang pernah ke Desa Mantar itu artinya kami tidak tahu persis medannya seperti apa dan kami belum tahu di rumah siapa kami akan beristirahat. Dua hal itu sama sekali tidak menyurutkan langkah kami malah semakin tertantang saja rasanya. 

Dan perjalananpun dimulai.

Dari Seteluk kami menuju Desa Tapir, jalur awal menuju ke Desa Mantar. Sebelumnya kami mengisi bahan bakar di desa tersebut, ku perkirakan dua liter sudah cukup. Memasuki jelan ke Desa Mantar tubuh kami sudah mulai di kocok-kocok oleh jalanan berbatu dan berdebu meski masih jalanan rata (belum mulai naik ke bukit), dalam benakku; ini baru jalanan awal saja sudah seperti ini parahnya bagaimana selanjutnya? Pasti akan lebih seru. Perjalanan terus berlanjut, Aku dan Aswar tak berhenti bercerita dan mengobrol sambil terseok-seok dihadang kerikil dan lobang di jalan. Kami mengkritisi pemerintah KSB yang terkesan terburu-buru menetapkan Desa Mantar sebagai desa Wisata. Seharunya jalanan ini dibenahi dulu sebelum menetapkannya sebagai desa Wisata agar siapa saja bisa dengan lancar berkunjung ke desa ini terutama untuk kenyamanan warga desa Mantar sendiri. Kami berdua sesepakat akses jalan ini yang paling penting dibenahi terlebih dahulu di sebuah destinasi pariwisata di Sumbawa. Sumbawa itu memiliki tempat wisata yang tak kalah dari pulau-pulau lain di Indonesia hanya saja sulit di jamah pengunjung karena akses menuju kesana yang masih belum dibenahi. 


Perjalanan semakin menantang, kali ini kami sudah benar-benar berada di atas gunung. Kami berhenti sejenak dan ternganga melihat pemandangan di bawah sana. Hampir seluruh wilayah timur Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) bisa kami lihat dari sini. Luar biasa indahnya, hamparan Lebo', sabana dan pemukiman yang seolah di pagari oleh bukit-bukit hijau yang mengelilinginya. Tak sabar untuk memotret karya cipta Sang Maha Indah ini. Tak penting lagi rasanya seperti apa rusaknya jalanan di depan kami nanti, di atas sana pemandangannya pasti lebih luar biasa lagi, pikirku. Kamipun melanjutkan perjalanan meski berkali-kali kami hampir jatuh dan bergantian mengendarai motor, jika aku yang mengemudikan motor maka Aswar akan berlari mengikutiku sambil mendorong motor dan menjaga agar roda motor tidak terpeleset oleh kerikil kerikil yang berseliweran ditanjakan. Sampai akhirnya kami sadar, kami lupa membawa air barang sebotolpun. Aku mulai lelah, keringat dingin mengucur deras, kepala mulai berdenyut, dan pandanganku mulai gelap terang. Oh.. semoga aku tidak pingsan disini. Aswar menayaiku, masih kuat apa tidak, aku jawab saja masih meski aku benar-benar tidak sanggup, aku butuh berbaring rasanya. Dengan alasan memulihkan tenaga aku mengajak Aswar berintirahat sejenak sampai, tubuhku kembali segar. Betapa cerobohnya aku sampai lupa membawa air yang benar-benar sangat penting itu. Tanjakan yang lebih parah mungkin masih banyak di depan, yang jelas sepanjang jalanan ini pastilah berkerikil dan berdebu tebal karena sekarang musim kemarau.


Hingga sampailah kami di tanjakan terakhir, tanjakan paling curam, paling mengerikan, dan sudah pasti paling menantang, aku hampir ciut dibuatnya. Tapi aku ingat lagi nasehat seniorku di Pramuka dulu, Tak ada tanjakan yang lebih tinggi dari lutut kita. Akupun mengambil alih kemudi motor,Aswar terlihat ragu-ragu, tapi akhirnya mengijinkan, dia sendiri mendaki terseok-seok dibelakangku. Tanjakan ini kemiringannya hampir 80 derajat dan diujung tanjakannya tikungan yang menuju tanjakan berikutnya sudah menanti kami. Tapi inilah tanjakan terakhir. Dengan susah payah aku mengendalikan motor yang rodanya terus terpeleset dan terkubur debu. Jangan bayangkan rupa kami, hampir seluruh badan tertutupi debu. Aku berteriak menyemangati diri, musik dengan beatfull terus berputar di telingaku, semakin memacu semangat. Berkali-kali aku berhenti menyeimbangkan diri karena hampir selalu jatuh. Hingga akhirnya tertaklukkan juga tanjangan itu. Tak akan lupakan kau wahai tanjakan, kataku dalam hati. KAmi berteriak seseru-serunya seperti telah berhasil menyelesaikan level terakhir sebuah game. Lalu dalam hati tak henti-hentinya aku menyerukan nama Allah SWT saat tersadar bahwa kami benar-benar telah berada di puncak tertinggi di KSB ini. Hampir seluruh wilayah timur dan Utara KSB terlihat dari sini dan bangunan pertama yang kami temuai adalah SD tempat para Serdadu Kumbang belajar bersama Bu Imbok. Luar biasa!!

Kami telah berada di Mantar!!

Bersambung ke Mengunjungi Desa Serdadu Kumbang : Mantar Part II








Share:

1 komentar: