Mengunjungi Desa Serdadu Kumbang : Desa Mantar Part II

Baca Juga

Kami memasuki gerbang desa mantar sembari menerka-nerka yang mana lokasi syuting Serdadu Kumbang. Kami terkagum-kagum dengan desa ini bahkan sejak awal memasukinya. Adalah jarang sebuah desa di puncak gunung dengan tanah datar yang luas seperti ini. Di sini terdapat banyak sawah-sawah seperti di desa-desa di bawah sana. Saya bertanya-tanya pengairannya bagaimana? Tapi pertanyaan itu belum begitu penting karena pertanyaan penting yang harus kami jawab berdua adalah dimana kami akan mampir untuk istirahat walau sejenak? Tentu saja sebelum kami memutuskan untuk ber-sksd dengan warga kami mencari jalan lain dulu. Aswar mengutak atik kontak di hanphonenya yang sinyalnya timbul tenggelam, sementara aku ikut membantu dengan berdoa semoga saja ada orang disini yang bisa kami datangi rumahnya karena terus terang aku adalah pemalu hehe. Kami bisa saja ke rumah pak kepala desa lalu bercengkrama dan seterusnya tapi Aswar bilang dulu dia punya kenalan seorang guru disini yang pernah berurusan ke kantornya. Sebelum menemukan nomor dan nama orang yang dimaksud kami mencari kios untuk meredakan dahaga. Tak tanggung-tanggung satu botol air mineral ludes kubuat.

Rasanya hidup mulai lebih indah saat air mulai mengalir di kerongkongan dan keseluruh tubuh. Kami bercengkrama dengan pemilik kios yang sangat ramah, padahal jika diliat dari rupa, bapak ini seperti preman dengan baju tanpa lengan dan kupluk abu-abu dikepalanya. Wajahnya yang keras ternyata berbanding terbalik dengan sikapnya pada kami. Menyenangkan. Hingga akhirnya ketemulah nama bapak yang kami cari. Namanya Pak Rusdi, guru SD di Mantar. Kami langsung menanyakan rumahnya ke bapak pemilik kios dan dengan tenang si bapak menunjukkan kepada kami jalan menuju rumah pak rusdy.

"Lolos saja, nanti belok kiri sedikit ketemu ruma batu. itu sudah rumahnya. Cuma rumah pak Rusdy yang bukan rumah panggung disana" Kata si bapak sambil meliuk-liukan tangannya.

Setelah membayar air minum dan berterimakasi kami berjalan kesana bak dua orang wisatawan. Aswar sibuk menjepret dengan blackberry nya sementara aku masih belum beraksi dengan kameraku.
Rumah Panggung khas Desa Mantar
View dari atas Pohon Cita-cita
Its so amazing!

Kami sampai di rumah pak Rusdi. Pak Rusdy ternyata sosok yang hangat dan ramah. Bicaranya juga santun dan tenang sekali. Tanpa kami minta beliau menceritakan apa yang ia ketahui tentang desanya. Mulai dari asal usulnya, hingga proses syuting film Serdadu Kumbang yang membuat euforia tersendiri bagi desanya. Pak Rusdy juga akan mengajak kami melihat-lihat lokasi syuting serdadu kumbang setelah makan. Iya makan!. Pak Rusdy ternyata sudah memberi kode kepada istrinya untuk menyiapkan makan siang untuk kami sehingga tak butuh waktu lama kami duduk dan bercerita istrinya mempersilahkan kami masuk ke ruang tengah rumahnya untuk menyantap Ayam Siang Sira' khas Sumbawa-nya. Nafsu makanku langsung berontak :).

Aswar dan Rumah Panggung di Mantar
Lihat, puncak Rinjani terlihat disana
Bersama Pak Rusdi dan Sabarudin
Bersama warga mantar yg baik hati
Dari cerita pak Rusdy, Para leluhur desa Mantar berasal dari luar pulau Sumbawa. Pada suatu hari sebuah kapal kandas di perairan Sumbawa.  Kapal besar itu memuat bermacam-macam etnis dan ras. Diantaranya Arab, Negro, Cina, Kaukasoid dan lainnya yang tak disebutkan pak Rusdy. Mereka kemudian berjalan mendaki ke Desa Mantar karena dulu di bawah desa ini adalah lautan, termasuk desa Seteluk dan Tapir juga Taliwang. Mereka memulai hidup mereka disini. Kemudian mereka menamakan Desanya dengan Sebutan Mount Tarry yang artinya Gunung Tempat Tinggal. Namun sejalan berjalannya waktu karena penyebutannya sulit diucapkan oleh masyarakat sumbawa maka Mount Tarry berubah menjadi Mantar. Beberapa dari mereka memulai hidup baru di Mantar, sementara beberapa lainnya meneruskan perjalanan mencari tanah yang tempat untuk merekan tinggali. Ras China terus berjalan ke selatan hingga akhirnya menetap sebuah daerah berdataran tinggi yang kemudian mereka namakan Sang Kiong Kiang yang kemudian di singkat pengucapannya menjadi Sekongkang yang kita kenal sekarang. Oleh mereka-mereka inilah kemudian bermulalah kehidupan disini. Masyarakat Mantar hidup dengan damai meski berbeda warna kulit. Mereka tak mebeda-bedakan itu, termasuk dalam perkwaninan. Hingga muncullah orang-orang albino dengan mitosnya yang berkembang hingga saat ini.

Musim hujan pasti lebh bagus viewnya

atas : kondisi asli, bawah, saat syuting serdadu kumbang

Salah satu hal membuatku terkagum-kagum dengan masyarakat mantar adalah kehikhlasan dan kejujurannya. Dari sikap dan pembawaan yang ramah dari pak rusdy saya sudah bisa membaca dan menebak bahwa bapak ini orang baik dan benarlah kiranya. Masyarakat lainnya pun begitu ramah melihat kami, menyapa dan tersenyum tulus. Dari Pak Rusdy saya mendapat bocoran karakter mereka. Warga Mantar sejak zaman leluhurnya sudah di ajarkan untuk selalu jujur dan bertanggung jawab serta tolong menolong. Mereka sadar dan yakin tiga hal itulah yang membuat rasa kekeluargaan mereka tetap terjaga hingga kini. Tapi jangan coba-coba membohongi atau mengkhianati mereka karena sampai kapanpun dimata mereka anda adalah pembohong yang tak boleh dipercaya lagi. Luar biasa.
Pohon Cita-cita di Film Serdadu Kumbang
Pohon Cita-Cita Sekarang

Lewat Zuhur pak Rusdy pun mengajak kami berjalan-jalan mengunjungi lokasi syuting film serdadu kumbang sambil bercerita bagaimana proses syuting film tersebut, bagaimana susahnya para crew membawa alat-alat syuting dari Taliwang ke Mantar, bagaimana para crew dan artisnya datang ke desanya setiap jam 3 dini hari selama satu bulan lebih. Benar-benar cerita yang seru. Pak Rusdy seperti telah membaca isi otakku, melihat Pohon Cita-cita! Beliau menunjukkan pohon tersebut yang ternyata adalah pohon kemiri yang tumbuh di tebing bukit yang viewnya langsung ke hamparan luas selat alas dan sekitarnya. Pemandangan yang luar biasa.


Selain kita dapat melihat panorama alam di sekitarnya, Mantar juga memiliki keunikan yang tidak kalah menarik. Di desa Mantar ada sebuah kolam alami yang Ai' Mante. Konon kolam ai' mante sangat dalam dan di dalamnya terdapat sebuah gong besar ditahan oleh otot pohon pisang (gali punti'). Hal ini belum dapat dipastikan apakah hanya sekedar mitos atau benar adanya. Namun kepercayaan masyarakat Mantar membenarkan mitos tersebut. Konon awalnya kolam ai' mante tidak henti-hentinya mengeluarkan air yang mengakibatkan banjirnya desa Senayan dan dusun Ai' Olat yang berada di kaki pegunungan mantar. Maka dengan memasukkan gong tersebut air dari kolam ai' mante pun berhenti. Dan konon air kolam ai' mante bisa berubah warna berdasarnya keadaan desa Mantar. Bila air kolam berwarna merah berarti akan terjadi suatu musibah atau malapetaka di desa Mantar. Bila hijau berarti aman dan sebagainya. sayangnya kami tidak sempat mampir kesana karena jalan yang kami pilih untuk mengunjungi lokasi syuting terlalu jauh dan cuaca siang itu benar-benar terik.

Tak terhingga ucapan terimakasih kami pada Pak Rusdy atas kebaikannya. Atas cerita-ceritanya dan atas pelajaran yang aku dapatkan di desa mantar ini. Suatu hari aku akan kembali lagi kesini, belum puas memotret karena sinar matahari sedang tidak mendukung untuk memotret.
____________________________________________________

Budged menuju Mantar :
Dari Pasar Seteluk Naik Ranger 20rb PP :)

So simple!
Share:

6 komentar:

  1. thx for great recomendation!!!

    BalasHapus
  2. hebat sob :D
    teruslah berkarya kawan :)

    BalasHapus
  3. jepretannya luar biasa gan ....penuh ma'na

    BalasHapus
  4. kapan ya bisa ke sumbawa. . hihih

    mampir ke blog gue ya.. hehe jika berkenan

    BalasHapus
  5. Baru beberapa hari lalu ke mantar, bener2 mengagumkan disana. Jalanan nya rusak tapi mempesona :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah untuk mencapai keindahan harus di uji dulu dengan jalanan rusak hahahaha
      yang gak sanggup ya gak bisa nikmati keindahan mantar :D

      Hapus