Desa Tepal – Sepotong Surga yang Bertahan Karena Tradisi
Di tengah pegunungan Batulanteh yang menghijau di Pulau Sumbawa, berdirilah sebuah desa yang hingga kini masih setia menjaga warisan leluhurnya. Namanya Desa Tepal, sebuah wilayah terpencil yang tak hanya memikat dari sisi alam, tapi juga mengajarkan kita tentang makna hidup sederhana, tradisi, dan keberlanjutan.
1. Perjalanan yang Menantang, Tapi Penuh Keindahan
Desa Tepal secara administratif terletak di Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Meski hanya berjarak sekitar 67 kilometer dari pusat Kota Sumbawa Besar, perjalanan ke desa ini tidak bisa dianggap remeh. Medan yang harus ditempuh adalah jalan tanah yang sempit, licin saat hujan, serta dikelilingi jurang dan perbukitan. Maka dari itu, kendaraan off-road menjadi satu-satunya moda transportasi yang bisa diandalkan dengan baik.
Namun, di balik medan yang menantang itu, kamu akan disuguhi
panorama alam yang luar biasa indah: deretan pepohonan tinggi,
bukit-bukit hijau, udara sejuk, dan suasana sunyi yang menenangkan. Perjalanan
ini adalah bagian dari pengalaman spiritual—memasuki ruang waktu yang lebih
lambat dan damai.
2. Tradisi yang Tetap Hidup dan Dijaga
Desa Tepal dihuni oleh masyarakat Suku Samawa, suku
asli Pulau Sumbawa. Di tengah derasnya arus modernisasi, warga Desa Tepal masih
mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya mereka, mulai dari cara
membangun rumah hingga pola hidup bermasyarakat.
Rumah-rumah di sini dibangun dengan material lokal,
seperti bambu dan kayu, tanpa semen atau beton. Struktur rumah adat ini tidak
hanya efisien dan ramah lingkungan, tapi juga mencerminkan filosofi hidup yang
erat dengan alam. Dalam keseharian, masyarakat masih menjalankan sistem
gotong royong, baik dalam bertani, membangun rumah, atau merayakan upacara
adat.
Tradisi juga terlihat dari kegiatan menganyam tikar dari
daun pandan yang dilakukan oleh kaum perempuan. Kegiatan ini tidak hanya
untuk kebutuhan sehari-hari, tapi juga menjadi simbol warisan budaya yang
diturunkan dari generasi ke generasi.
3. Kopi Tepal: Rasa Khas dari Ketinggian
Salah satu kebanggaan Desa Tepal adalah kopi arabika
yang tumbuh subur di ladang-ladang mereka. Karena berada di ketinggian 900
meter di atas permukaan laut (mdpl), tanah yang subur dan suhu yang sejuk
menjadi faktor ideal untuk budidaya kopi berkualitas tinggi.
Sebagian besar warga Tepal menggantungkan hidupnya dari
hasil kebun kopi. Proses pengolahan kopi pun masih dilakukan secara
tradisional—dipetik, dijemur, dan disangrai sendiri oleh warga. Cita rasa kopi
Tepal dikenal memiliki body yang kuat, tingkat keasaman sedang, dan aroma
rempah yang khas. Tak heran jika kopi ini mulai dilirik sebagai komoditas
unggulan lokal di Nusa Tenggara Barat.
4. Warisan Alam dan Sejarah: Selamat dari Letusan Tambora
Pada tahun 1815, Gunung Tambora mengalami letusan
terdahsyat dalam sejarah modern dunia, yang menyebabkan perubahan iklim global
dan menewaskan puluhan ribu orang. Namun, secara ajaib, Desa Tepal selamat
dari bencana tersebut. Letaknya yang berada di balik pegunungan dan
terlindungi secara geografis diyakini sebagai faktor penyelamat.
Kini, desa ini menjadi penanda sejarah—bahwa
kehidupan bisa tetap tumbuh dan bertahan, bahkan setelah peristiwa besar yang
memusnahkan banyak wilayah di sekitarnya. Alam yang tetap hijau dan subur ini
juga menjadi bagian dari cerita kelangsungan hidup masyarakat Tepal.
5. Lebih dari Sekadar Tempat, Ini Adalah Pelajaran Hidup
Mengunjungi Desa Tepal bukan hanya tentang wisata alam atau
budaya. Ini tentang belajar kembali mencintai yang sederhana, memahami
bahwa kemajuan tak selalu harus berarti meninggalkan akar tradisi.
Dari sistem pertanian yang ramah lingkungan, cara hidup yang
komunal, hingga kesadaran menjaga warisan budaya, Desa Tepal mengajarkan kita
bahwa hidup yang bermakna tak selalu tentang kecepatan, tapi tentang
kedalaman dan keterhubungan—dengan alam, sesama, dan sejarah.
***
Jika suatu hari kamu merasa lelah dengan kehidupan yang
serba cepat, luangkan waktu untuk mengunjungi Desa Tepal. Tempat ini tidak
menjanjikan Wi-Fi cepat atau kafe modern. Tapi ia menawarkan koneksi yang
lebih dalam—dengan alam, dengan budaya, dan dengan dirimu sendiri.
Komentar
Posting Komentar