Sumbawa Island Juga Punya Wanita Super

Baca Juga

Sebelumnya, selamat Hari Kartini buat semua Wanita Indonesia khususnya wanita-wanita di Pulau Sumbawa. 

Wanita Bima - Sumbawa Island
Bicara tentang Kartini yang terlintas di benak setiap orang pasti tidak jauh-jauh dari Kebaya, Sanggul dan Emansipasi wanita. Yah Kartini telah menjadi patokan dan sumber inspirasi wanita-wanita untuk tampil ke depan dan memegang kendali beberapa bidang yang sebelumnya hanya laki-laki yang mendominasi. Tapi benarkah hanya Kartini yang merupakan wanita menggerakkan dan memajukan kaum wanita? Ternyata tidak, ada banyak wanita-wanita hebat yang bisa menginspirasi  kaum hawa untuk lebih kuat dan tampil ke depan dengan semangat dan kekuatan yang sama dengan kaum pria. Sebut saja Cut Nyak Dien, Pahlawan dari Tanah Rencong Aceh yang memimpin tentara gerlyawan dalam menumpas penjajah hingga tetes darah terakhirnya, Lalu Laksamana Malahyati (Hidup sebelum Kartini) adalah seorang Panglima Angkatan Laut wanita pertama di kepulauan Nusantara. Awalnya, Malahyati membentuk barisan prajuritnya terdiri dari para janda untuk melawan Belanda yang berusaha menjajah kerajaan Aceh. Karirnya pun semakin cemerlang sehingga pada tahun 1599, beliau membawahi ratusan armada perang dan berhasil membunuh Cornelis de Houtman yang terkenal bengis itu dengan tangannya sendiri. Nama ini kemudian diabadikan menjadi nama Universitas, rumah sakit dan pelabuhan serta kapal perang. Ada lagi Dewi Sartika berkiprah di sekolah yang didirikannya bernama Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Bahkan Rohana Kudus (1884-1972) mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916). Lebih dahsyatnya lagi, Rohana Kudus juga aktif sebagai jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Dan yang lebih membanggakan, perempuan hebat ini juga mendirikan koran-koran surat kabar yang didirikannya sendiri semisal Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan). Subhanallah! dan masih banyak lagi.

Wah Indonesia Punya banyak sekali perempuan-perempuan hebat yang tak hanya berotak cemerlang tetapi juga bertenaga tak kalah dengan kaum Adam.

Dan Tahukah kawan di Pulau Sumbawa juga ada wanita hebat bahkan lebih hebat dari Kartini. Siapa dia? Mari lanjutkan membaca.

Namanya Kumala Bumi Partiga, Dialah satu-satunya sultan perempaun (Sultanah) dalam sejarah kesultanan Bima. Wanita ini bernama Kumala. Sebelum diangkat menjadi sultan bergelar Bumi Partiga yaitu sebuah jabatan di Istana Bima yang memiliki tugas sebagai pejabat yang mengajarkan Tata Krama yang harus dilakukan oleh setiap putera dan puteri sultan Bima.  Kumala merupakan tokoh wanita Bima pada abad XVIII yang memiliki komitmen kuat dalam mempertahankan kedudukan Bima sebagai kesultanan yang dihormati kawan dan ditakuti lawan.

Kumala memulai debut karir politiknya ketika menjadi istri sultan Abdul Kudus Makassar. Dari pernikahan itu Kumala mempunyai seorang putera yang bernama Usman yang nama makassarnya dikenal dengan “Amas Madina“ yang kemudian naik tahta menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1753. Tregedi kematian Abdul Kudus ini semakin mengobarkan semangat Kumala untuk berjuang melawan Belanda di Makassar terutama di Bima. Kebencian Belanda kepada Kumala berawal ketika dia mengangkat puteranya Amas Madina sebagai sultan Makassar dalam usia 6 tahun pada tanggal 21 Desember 1753.

Tidak hanya itu, Kumala juga kembali ke Bima dan diangkat oleh Majelis Hadat menjadi sultanah. Penobatan ini memang sempat menimbulkan kontroversi di kalangan majelis adat Dana Mbojo. Sebagian anggota majelis adat menganggap bahwa dalam islam seoarang perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Sementara disis lain majelis adat telah mengangkat adik kandung Kumala yang Abdul Kadim sebagai sultan yang masih berusia 9 tahun dan diwali-kan oleh Jeneli Rasanae Sultan Abdul Ali. Sistim perwalian memang telah menjadi konvensi dalam kesultanan Bima yang apabila putera mahkota berusia muda tetap diangkat menjadi sultan namun dilakukan sistim perwalian sampai sang sultan beranjak dewasa.

Namun pada saat itu, keadaan Bima dan Makasar betul-betul dalam keadaan yang serba sulit. Belanda terus melakukan penekanan di bidang politik dan ekonomi. Bima dan Makassar terus diadu domba melalui status kepemilikan tanah Manggarai yang selalu berubah. Menurut Catatan Naskah BO Sangaji Kai, pada masa Pemerintahan sultan Abdul Kahir I (1640), daerah Manggarai diserahkan kepada Makassar. Kemudian pada masa pemerintahan Abdul Khair Sirajuddin dikembalikan kepada Bima. Tetapi pada masa pemerintahan sultan Hasanuddin Bima(Bukan Sultan Hasanuddin Makassar) Manggarai kembali menjadi milik Makassar, karena menjadi mahar pernikahan puteranya Alauddin (Ayah dari Kumala) dengan Karaeng Tana Sanga Mamuncaragi puteri Sultan Makassar Sirajuddin.

Untuk itulah, Kumala tampil di pentas sejarah menjadi jembatan dan pelerai perseteruan antara Bima dengan Makassar atas tanah Manggarai sekaligus menghentikan intrik adu domba Belanda yang mengadu Bima dengan Makassar  yang masih serumpun dan sedarah. Disamping itu, Kumala mengetahui bahwa Wali Sultan Abdul Ali termakan hasutan Belanda dan telah menandatangani kontrak dagang dengan Belanda yang sangat merugikan perekenomian Kesultanan Bima. Bima terpaksa mengakui politik monopoli dagang Belanda.  Campur tangan Kumala Bumi Partiga terpaksa dilakukan untuk menyelematkan Bima sekaligus Makassar. Berkat usaha itulah hubungan Bima dengan Makassar dapat diperbaiki kembali.

Pembangkangan Kumala Bumi Partiga atas semua kesepakatan yang dibuat menimbulkan kemarahan Belanda.  Penangkapan terhadap Kumala dan puteranya Amas Madina mulai dilakukan. Pada tanggal 22 Agustus 1766 Amas Madina terpaksa  meninggalkan Makassar karena usaha-usaha licik Belanda. Dia  menemui ibunya di Bima. Dan pada tahun 1767 Bumi Partiga dan puteranya Amas Madina ditangkap Residen Belanda dalam sebuah undangan musyawarah yang memang telah direncanakan oleh Belanda. Bumi Partiga dituduh bekerja sama dengan Ingriss kemudian ibu dan anak itu dibawa ke Batavia (Jakarta) dan akhirnya dibuang ke Sailon Srilangka pada tahun 1795. Dua pahlawan itu memang telah luput dari pantauan sejarah. Namun perlu diketahui bahwa kiprah dan perjuangan sungguh berharga bagi tanah dan negeri ini. Karena kemerdekaan yang kita raih hingga saat ini merupakan buah dari perjuangan dua anak negeri yang telah menghembuskan nafas terakhirnya di negeri yang jauh yang terletak di sebelah selatan India itu. Perlu penelusuran tentang kuburan Kumala Bumi Partiga dan Amas Madina untuk terus mengungkap benang merah sejarah Bima Dana Mbojo. (artikel & gambar : google)


 Jangan lupa untuk ikut berpartisipasi dalam Kontes Share Pengalaman dan Destinasi Menarik di Pulau Sumbawa, Kontes Terbuka sampai tanggal 30 April 2012, Info lengkap klik disini
Share:
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar